Kamis, 13 Maret 2008

Nasib Tanah Wakaf

KETIKA ceramah, Ketua Umum PP Persis, KH. Shiddieq Amin, sering mengungkap keterbatasan dana ormas-ormas Islam dengan sindiran “dal pees du alias duit”. Ya, meski “tidak ada fulus tidak mamfus”, tapi ketiadaan fulus membuat gerak ormas Islam terhambat.Seperti dalam sertifikasi tanah wakaf. Dari 66.817 lokasi tanah wakaf di Jawa Barat baru 52.088 lokasi yang sudah bersertifikat dan 2.282 lokasi m asih proses sertifikat di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sisanya ada 12.447 lokasi yang belum bersertifikat. Kondisi sama juga terjadi di lingkungan Persis karena baru 35 persen yang sudah disertifikasi dari 2.000 lokasi tanah wakaf.Di mata Kasi Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kanwil Depag Jabar, Drs. H. Cece Hidayat, kesulitan sertifikasi tanah wakaf akibat minimnya alokasi dana bantuan dari pemerintah baik pusat maupun daerah. Di lain pihak, ormas-ormas Islam yang mendapat amanah tanah wakaf juga tidak ada “fulusnya”.“Fulus” cukup berperan penting dalam sertifikasi tanah wakaf karena umumnya warga yang mewakafkan tanah kepada ormas Islam, masjid, atau yayasan pendidikan tidak disertai dengan sertifikat. Penerima wakaf harus membuat sertifikat sendiri, padahal mereka rata-rata tidak memiliki dana. Karena tidak disertifikat akhirnya tanah-tanah wakaf diserobot dan berpindah pemilik.Pelajaran berharga dari kasus tanah wakaf Persis seluas 100 hektar di Lembang dan sekitarnya. Sampai kini tidak jelas nasibnya akibat berpindah tangan untuk perumahan atau fungsi lainnya, tapi Persis tidak bisa menggugatnya akibat ketiadaan bukti tertulis berupa sertifikat.Nasib NU, Muhammadiyah, Persatuan Umat Islam (PUI), Mathlaul Anwar, dan ormas-ormas Islam lainnya setali tiga uang dengan Persis. Tanah wakaf mereka telantar, tanpa pengamanan berupa sertifikat sehingga rawan diambil alih bahkan oleh keluarga yang mewakafkan. Ayahnya berniat wakaf, tapi anaknya mengambil kembali lalu ormas gigit jari.Padahal, potensi wakaf amat besar apabila dikembangkan dan diberdayakan. Bisa jadi NU memiliki pusat pertokoan, Persis dengan pom bensin, atau PUI dengan rumah sakit modern dengan memanfaatkan tanah-tanah wakaf.Tentu setelah mendapat tanah wakaf dan disertifikat, tugas selanjutnya menggelorakan wakaf tunai (uang). Dari wakaf tunai akhirnya badan-badan usaha milik ormas-ormas Islam bermunculan sebagai “pusat dana umat” sehingga ormas Islam tidak selamanya tergantung “infak” pemerintah.Kalau melihat kinerja Rumah Zakat Indonesia (RZI) atau Dompet Duafa (DD) Bandung seharusnya ormas-ormas Islam kebakaran jenggot. RZI dengan karyawan ratusan orang dan DD Bandung dengan puluhan staf mampu membuat rumah bersalin, poliklinik, dan lain-lain. Sedangkan ormas-ormas Islam yang katanya memiliki massa jutaan bahkan puluhan juta ternyata tak mampu berbuat banyak.Bukan waktunya lagi ormas-ormas Islam sebatas mengklaim jumlah umat. Toh, ormas-ormas Islam belum pernah melakukan sensus umatnya sehingga data yang diberikan juga asal-asalan. Wallahu-a’lam.(Sarnapi)***

Tidak ada komentar: