Kamis, 13 Maret 2008

Sorotan ekonomi
Duh...Koperasi

ADA “keganjilan” di usaha yang dijalankan Pesantren Al-Mukhlashin, Kec. Cangkuang, Kab. Bandung. Sebuah usaha untuk memberi makan dan pendidikan bagi santri-santri anak telantar yang penulis bina.Sudah dua tahun terakhir pesantren memiliki usaha foto digital, bingkai foto, dan shooting pernikahan dengan cakupan pemasaran Bandung Raya dan Kab. Garut. Usaha yang awalnya bermodal sebuah komputer, printer, dan sebuah kamera digital kini sudah berkembang pesat. Bahkan, para pemuda pengangguran juga direkrutnya.Nah, “keganjilan” usaha itu dari keengganan pesantren membentuk koperasi pesantren (kopontren) apalagi meminta bantuan pemerintah. Mereka hanya menamakan usahanya “Promubas” (profesional, murah, bagus, dan Anda puas) yang dijalankan secara mandiri.Usaha “Promubas” berbeda dengan cara sebagian orang (anggap saja oknum) dalam mendirikan koperasi. Mereka umumnya membuat dulu lembaga usahanya, sedangkan jenis usahanya belum tahu. Bahkan, sering terjadi mendirikan koperasi untuk meminta bantuan pemerintah.Jiwa wirausaha belum tertanam sehingga koperasi tersebut belum mampu melihat bidang usaha yang prospektif. Dampaknya muncul koperasi-koperasi papan nama yang tidak jelas juntrungannya.Banyaknya koperasi papan nama dikatakan Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kab. Bandung, Drs.H. Adjat Sudradjat, M.Pd, pada Rakerda ICMI Kab. Bandung di Sindangreret Ciwidey, belum lama ini. Hampir 41 persen atau 742 unit koperasi di Kab. Bandung ternyata sudah tidak aktif lagi atau tinggal papan nama. Jumlah koperasi di Kab. Bandung seluruhnya 1.818 unit dengan koperasi yang masih aktif 1.076 unit dan tidak aktif 742 unit. Jumlah 41 persen koperasi yang tinggal plang membuat kita harus berpikir ulang soal koperasi ini.Meski raport koperasi Kab. Bandung tidak selamanya merah karena dari segi anggota sudah mencapai 1,23 juta orang dan modal sendiri koperasi berjumlah 70,1 miliar. Aset koperasi Kab. Bandung mencapai Rp 418,3 miliar dan volume usaha 697,7 miliar.Demikian pula dengan Sisa Hasil Usaha (SHU) mencapai Rp 2,83 miliar dan koperasi yang masih aktif bisa menyerap tenaga kerja 2.897 orang. Hanya, koperasi masih mengalami kendala sehingga banyak yang akhirnya tidak aktif seperti rendahnya kualitas SDM pengelola dan citra koperasi yang belum baik.Selama ini pemberdayaan koperasi ibarat “membago-bagikan” uang bantuan karena hanya sekadar menyalurkan dana APBD tanpa dibarengi dengan pembinaan dan pengawasan bantuan. Untuk itu, MUI Kota Bandung melalui Bidang Pemberdayaan Ekonomi melakukan terobosan berupa pelatihan koperasi syariah seara berkelanjutan.Maksudnya, MUI memberikan pelatihan setiap bulan kepada kader-kader penggerak koperasi syariah di masjid-masjid selama setahun. MUI juga mengawasi proses pemberian bantuan dari Pemkot Bandung sehingga dipergunakan untuk usaha produktif sekaligus berkembang bantuannya bukan berkurang apalagi habis.Pengembangan koperasi perlu pendekatan wirausaha. Kesalahan pemerintah selama ini pendekatan pengembangan koperasi dengan sikap dan budaya birokrat. Wajar bila gagal. Wallahu-a’lam.(Sarnapi)***

Tidak ada komentar: